Pendahuluan
Pengelolaan budidaya ikan (khususnya ikan lele) perlu memperhatikan efisiensi dan produktivitas usaha serta kualitas ikan. Hal ini harus diimbangi dengan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas induk maupun benih ikan mas. Saat ini disinyalir telah terjadi penurunan kualitas induk maupun benih ikan lele yang dipelihara oleh petani ikan. Beberapa usaha maupun penelitian telah dilakukan dalam upaya peningkatan produktivitas (produksi) dan perbaikan serta peningkatan kualitas genetik ikan lele seperti program seleksi, manipulasi jenis kelamin melalui perlakuan hormonal maupun manipulasi kromosom.
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit. Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik perhatian masyarakat petani ikan maupun para peneliti dibidang perikanan. Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti
melakukan kejutan (shocking) suhu baik panas maupun dingin, pressure (hydrostatic pressure) dan atau secara kimiawi untuk mencegah peloncatan polar body II atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi (Thorgaard, 1983; Yamazaki, 1983; Carman et al., 1992; Shepperd dan
Bromage, 1996 dalam Mukti, 2001 ).
Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses atau kejadian terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set. Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuh ikan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari teknik triploidisasi dengan menggunakan pengaruh kejutan suhu panas terhadap keberhasilan poliploidisasi pada ikan lele.
Metodologi Triploidisasi
Alat-alat yang digunakan pada percobaan triploidisasi ikan lele antara lain : akuarium, pemanas air, stop watch, termometer, lempengan kaca, bulu ayam, mangkuk atau baskom, kertas tissue, alat bedah, rak plastik, dan aerator. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan meliputi : induk ikan Lele jantan dan betina, larutan fisiologis, dan ovaprime.
Pertama-tama dengan menyuntikan ovaprime pada induk lele baik jantan dan betina. Tujuan penyuntikan yaitu agar gonad menjadi cepat matang. Selanjutnya, dilakukan stripping (pengurutan) terhadap induk betina lele untuk menmengeluarkan sel telur. Sedangkan sel sperma didapatkan dari induk jantan dengan cara membedah ikan untuk diambil spermanya. Setelah mendapatkan sel telur dan sperma, keduanya direndam terlebih dahulu dengan menggunakan larutan fisiologis. Kemudian sperma dan ovum dicampur dalam mangkuk dan dikocok dengan pelan menggunakan bulu ayam.
Menyiapkan tiga akuarium yang mempunyai suhu yang berbeda pada akuarium kedua. Akuarium yang pertama dan ketiga merupakan akuarium dengan suhu ruang. Sedangkan suhu pada akuarium kedua, yaitu dengan membuat suhu akuarium menjadi 40oC. 400-500 butir telur dibagi ke dalam lempeng-lempeng kaca yang di letakkan ke dalam akuarium satu. Menunggu selama 2,5 menit dari awal pembuahan, lalu telur yang menempel dalam lempengan kaca diletakkan dalam rak plastik untuk memudahkan pemindahan. Lempengan kaca ini berfungsi sebagai tempat melekatnya sel telur. Kemudian memasukkan ke dalam akuarium kedua dan dibiarkan selama 3 menit. Lalu memindahkannya ke akuarium ketiga. Selanjutnya dipindahkan ke akuarium pemeliharaan yang telah diberi methylen blue dan diaerasi. Ikan perlakuan dipelihara hingga menjadi larva atau benih dan siap diamati tingkat keberhasilannya.
Pembahasan
Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses atau kejadian terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set. Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan.
Teknik triploidisasi dapat mengunakan dua pelakuan, yaitu perlakuan fisika dan kimia. Menurut Arai (2001) dalam Risnandar (2001) penggunaan perlakuan fisika dan kimia sesaat setelah dimulainya pembuahan merupakan cara yang relatif mudah dalam triploidisasi. Namun, yang biasa dilakukan adalah perlakuan fisika. Perlakuan kimia menggunakan sitokalasin B atau bahan kimia lain jarang dilakukan.
Di antara perlakuan fisika, kejutan suhu telah digunakan secara luas (Carman, 1990 dalam Risnandar, 2001). Hal ini disebabkan karena kejutan suhu mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kejutan suhu ini bisa berupa kejutan yang lebih dingin dari suhu normal. Menurut Chourrout (1986) dalam Risnandar (2001), kejutan panas mempunyai kepraktisan yaitu dapat dilakukan untuk telur dalam jumlah yang besar, untuk usaha komersil. Di samping itu kejutan panas mudah dilakukan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Purdom (1983) dalam Risnandar (2001) menambahkan bahwa kejutan panas juga memerlukan waktu yang lebih singkat daripada kejutan dingin.
Thorgaard (1983) dalam Mukti (2001) menjelaskan, pendekatan praktis untuk induksi poliploidi melalui kejutan panas merupakan perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu lethal. Kejutan suhu selain murah dan mudah juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991 dalam Mukti, 2001).
Don dan Avtalion dalam Risnandar (2001), menyatakan bahwa tiga parameter yang berhubungan dengan perlakuan kejutan panas adalah umur zigot waktu pelaksanaan kejutan, suhu kejutan dan lama perlakuan kejutan. Pemilihan umur zigot waktu pelaksanaan, suhu dan lama waktu kejutan yang tepat adalah spesifik untuk masing-masing spesies (Carman, 1990 dalam Risnandar, 2001).
Prinsip pemberian kejutan suhu pada telur yang telah dibuahi adalah mencegahnya keluarnya badan kutub II pada saat pembelahan meiosis II. Dengan demikian kromosom telur yang telah diploid ditambah seperangkat (Purdom, 1983 dalam Risnandar, 2001), sehingga menjadi tiga perangkat.
Ikan-ikan triploid merupakan ikan-ikan secara genetik mempunyai satu set tambahan kromosom, sehingga pada setiap sel tubuhnya memiliki tiga set kromosom. Dua set kromosom adalah kromosom telur dan satu set kromosom sperma (Allen, 1987 dalam Risnandar, 2001)
Suryo (1990) dalam Mukti (2001) menjelaskan bahwa individu tetraploid merupakan individu yang fertil dan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan spesies diploid. Individu tetraploid mempunyai kemampuan di dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan normal diploid, sehingga ikan tetraploid akan mempunyai jumlah sel yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan normal.
Daftar Pustaka
Mukti, Ahmad Taufiq, Rustidja , Sutiman Bambang Sumitro dan Mohammad Sasmito Djati. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Biosain, Volume. 1 No. 1
Risnandar, Dian. 2001. Pengaruh Umur Zigot Pada Saat Kejutan Panas Terhadap Tingkat Keberhasilan Triploidisasi, Serta Kelangsungan Hidup Embrio Dan Larva Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Skripsi. Program studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap tentang Triploidisasi anda dapat mencari di SEARCH pada akhir halaman web ini (paling bawah). Masukan keywordnya
Read More......